Penulis : Pengamat Pemasyarakatan dan Kepolisian Suta Widhya, SH
GentaDemokrasi, Jakarta – KA UPT Rutan di Depok yang terlibat narkoba sesungguhnya lebih tidak terhormat dibanding dengan dugaan pelaku penelantaran istri oleh seorang Kabid Keamanan di sebuah UPT Kelas 1. Tapi, dengan ‘songong’ Menteri Hukum dan HAM Prof.DR.Yasona Laoly telah meneken surat demosi tanpa ragu dan tanpa due diligence sehingga pangkat yang bersangkutan IV-A diturunkan menjadi III-D. Ini dinilai jelas tidak adil.
Coba bandingkan dengan kasus Ka UPT Rutan yang tersangkut narkoba itu mempunyai rumah dinas lumayan di wilayah Kota D, Jawa Barat, mengapa pula perlu tinggal di rumah kost di Jakarta Barat. Jarak kota D ke Jakarta hanya 22 menit dengan kendaraan pribadi maupun KRL . Namun, karena dugaan terkontaminasi dengan penghuni Rutan Depok akhirnya sang Karutan menjadi tersangka kasus pemakaian narkoba.
Tersangkutnya Karutan tersebut dengan kasus narkoba dibenarkan oleh Kapolda Metrojaya Irjen Fadil Imran pada Minggu (18/7). Menurut Kasatresnarkoba Polres Metro Jakarta Barat, AKBP Roanaldo Maradona tersangka ditangkap pada Jumat 25 Juni 2021 di sebuah rumah kos di bilangan Slipi Jakarta Barat dengan barang bukti narkoba jenis sabu 0,52 gram, 1 buah alat hisap sabu dan 4 butir obat Aprazolam.
Konon tersangka mendapatkan dari tersangka M yang juga berhasil ditangkap 28 Juni 2021 yang notabene pernah menghuni Rutan tempat Karutan Depok bekerja.
“Perang melawan narkoba ternyata sulit mencapai keberhasilan di Rutan maupun di Lapas .Buktinya, meski ada program No Halinar (No HP, No Pungli, dan No Narkoba) ternyata semua itu hanyalah isapan jempol saja . Meski ada slogan PASTI dari sang Menteri untuk akronim Profesional, Akuntabel, Sinergi, Transparan, dan Inovatif ternyata masih “jauh panggang dari api” dan masih belum teruji sebenarnya,” ungkap Pengamat Pemasyarakatan dan Kepolisian Suta Widhya SH, Senin (19/7) sore di Jakarta.
Suta menduga urusan sanksi yang diterapkan terhadap Kabid Keamanan di Lapas Kelas 1 bukan sekedar KDRT saja yang menyebabkan bersangkutan mendapat sanksi berat hingga diturunkan golongan pangkat Kabid tersebut. Karena putusan DEMOSI hanya mendengar 1 pihak saja (sisi sang istri) kepada mantan istri yang izin perceraiannya pun sudah disetujui Menteri Hukum dan HAM.
Buktinya, meski ditenggarai ada banyak oknum juga diduga tersangkut kasus -narkoba, toh hingga kini aman-aman saja yang bersangkutan tanpa sanksi seberat yang ditimpakan oleh Menteri terhadap Kabid Keamanan di Lapas Kelas 1 tersebut.
Bila memperhatikan komparasi kasus/ kejadian ASN yang melakukan pelanggaran, maka mana yang sebaiknya diberikan sanksi berat oleh Menteri?
“Keadilan macam apa yang bisa ditegakkan ke masyarakat, sedangkan di dalam saja masih carut marut dalam pembenahan ASN? Ada yang nggak pas dalam menerapkan sanksi disiplin di kementerian hukum dan HAM,”tutup Suta. (Noval)